Advertise

Diberdayakan oleh Blogger.
 
Minggu, 12 April 2015

Kekhusyuk'an Shalat dan Sifat-sifat Orang Mukmin

0 komentar
       モDi dalam Quran Majid dengan jelas tertulis: "Qad aflahal- mu'minuun. Alladziina hum   fii shalaatihim khaasyi'uun – (sungguh berbahagia orang-orang mukmin, yaitu orang-orang yang khusyuk di dalam shalat mereka - Al-Mu'minuun, 2-3). 
Yakni, tatkala seorang manusia terus memanjatkan doa sehingga kalbunya meleleh, dan dia menjatuhkan diri dengan ketulusan serta kesungguhan sedemikian rupa di hadapan singgasana Ilahi, sehingga dia menjadi tenggelam dan fana  (larut) di dalamnya, dan dia menghapuskan segenap pikirannya lalu memohon fadhl (karunia) serta pertolongan dari-Nya dan dia meraih ketenteraman sedemikian rupa, sehingga timbul suatu kondisi yang lembut dan haru, barulah pintu keberhasilan (kesuksesan) akan terbuka, yang mengakibatkan kecintaan terhadap dunia menjadi beku. Sebab dua kecintaan [terhadap dunia dan Allah Ta'ala] tidak dapat berkumpul di satu tempat yang sama.
       Oleh karena itu kemudian Allah berfirman, モWa ladziina hum 'anil- lagwi  mu'ridhuun – (dan orang-orang yang berpaling dari pekerjaan sia-sia - Al-Mu'minuun, 4). Di sini yang dimaksud dengan laghwi  (hal yang siasia) adalah dunia. Yakni, tatkala manusia mulai mendapatkan kekhusyukan  di dalam shalat, maka akibatnya di dalam kalbunya rasa cinta terhadap dunia menjadi beku. Namun bukan pula berarti bahwa dia mulai meninggalkan kegiatan tani, dagang dan sebagainya, melainkan dia mulai berpaling dari pekerjaan-pekerjaan yang mengelabui dan yang membuat manusia menjadi lalai terhadap Tuhan.
      Dampak rintihan, tadharu' dan doa-doa serta penghambaan yang dilakukan orang-orang ini terhadap Allah Ta'ala adalah, mereka akan mendahulukan kecintaan terhadap agama daripada kecintaan, ketamakan, dan kesenangan terhadap dunia. Sebab sudah merupakan ketentuan, bahwa suatu pekerjaan baik akan menarik pekerjaan-pekerjaan baik lainnya, sedangkan perbuatan buruk akan menarik perbuatan-perbuatan buruk lamya.
        Tatkala orang-orang itu khusyuk dalam mengerjakan shalat-shalat mereka, maka dampaknya yang mutlak adalah bahwa mereka secara naluri berpaling dari hal-hal yang sia-sia, dan mereka memperoleh najat (keselamatan)  dari dunia yang kotor ini. Dan rasa cinta terhadap dunia menjadi beku, lalu kecintaan terhadap Allah menjadi terbentuk di dalam diri mereka.
       Akibatnya adalah: "Hum lizakaati faa'iluun – (mereka mengeluarkan zakat - A1-Mukminuun, 5).  Yakni, mereka membelanjakan harta di jalan Allah. Dan itu merupakan sebuah dampak dari "'Anil- laghwi   mu'ridhuun – (mereka berpaling dan hal-hal yang  sia-sia]." Sebab tatkala kecintaan terhadap dunia menjadi beku maka akibatnya yang mutlak adalah mereka akan membelanjakan harta mereka di jalan Allah.
       Betapa pun banyaknya  harta kekayaan yang terkumpul pada diri orang-orang seperti itu, mereka tidak peduli dan tidak segan-segan menyerahkannya di jalan Allah. Ada ribuan orang yang tidak membayar zakat sedemikian rupa, sampai-sampai banyak sekali kaum miskin dan fakir dari kaum mereka binasa dan mati, namun demikian mereka tidak mempedulikannya. Padahal dari Allah Ta'ala terdapat perintah untuk membayar zakat dari segala sesuatu, bahkan dari perhiasan sekali pun.
      Ya, dari perhiasan yang dipakai dan sebagainya  memang tidak dikenakan. Dan orang-orang kaya, para bangsawan serta para hartawan, kepada mereka diperintahkan untuk mengeluarkan hitungan dari khazanah-khazanah mereka lalu membayarkan zakatnya atas dasar ketentuan-ketentuan syariat. Oleh karena itu  Allah berfirman bahwa kondisi   'anil- laghwi mu'riduun (mereka berpaling dari hal-hal yang sia-sia)" baru akan terbentuk apabila mereka juga membayarkan zakat.
       Jadi, pembayaran zakat merupakan sebuah dampak dari  モberpaling dari hal-hal yang sia-sia.ヤ Kemudian   Dia berfirman: "Wal ladziina hum lifuruujihim haafizhuun –(dan orang-orang yang menjaga kemaluannya - Al-Mukminuun, 6). Yakni  tatkala orang-orang itu khusyuk  di dalam shalat-shalat mereka, mereka akan berpaling dari hal-hal yang sia-sia, dan mereka akan membayar zakat, maka dampaknya yang mutlak lagi adalah mereka akan menjaga kemaluan-kemaluan mereka. Sebab tatkala seseorang mendahulukan agama daripada dunia, dan dia membelanjakan hartanya di jalan Allah, bagaimana pula dia akan merampas harta orang lain dengan cara yang tidak sah, dan kapan pula dia berkeinginan untuk menekan hak-hak orang lain?
      Dan hak yang paling besar adalah, seorang manusia itu hendaknya tidak melayangkan pandangan buruk terhadap istri orang lain. Dan tatkala dia tidak segan-segan mengorbankan di jalan Allah barang yang dia sayangi seperti harta sekali pun, maka kapan pula dia mau menggunakan mata, hidung, telinga, lidah dan sebagainya untuk hal-hal yang tidak tepat?  Sebab ini merupakan suatu ketentuan bahwa tatkala seseorang telah disiplin melakukan kebaikan-kebaikan tingkat tinggi sedemikian rupa, maka kebaikan-kebaikan tingkat rendah lainnya pun dengan sendirinya tentu dia lakukan.
      Misalnya, tatkala seseorang memanjatkan doa dengan khusyuk,  kemudian dia meninggalkan hal-hal yang sia-sia, dan ketika dia meninggalkan hal yang sia-sia  maka dia pun mulai berani membayar zakat. Dan   mengenai hartanya sendiri dia sudah sedemikian rupa rela berkorban, maka tentu dia benar-benar akan menghindarkan diri dari perbuatan merampas hak-hak orang lain.
       Oleh karena itu lebih lanjut Allah berfirman,  "Wal- ladziina hum li-amaanaatihim wa 'ahdihim raa'uun – (dan orang-orang yang memelihara amanah serta janji  mereka  - Al-Muminuun, 9). Sebab seseorang yang tidak merampas hak orang lain, sedangkan hak-hak yang ia miliki dibayarkannya, maka baginya adalah mutlak bahwa tentu dia sangat menjaga janji-janjinya, dan tidak akan mengkhianati amanat‑amanat orang lain. Oleh karena itu sebagai dampaknya Allah berfirman,  bahwa tatkala sifat-sifat ini terdapat di dalam diri orang-orang itu, maka sudah mutlak bahwa mereka pun akan memegang teguh janji-janji mereka.
       Kemudian sesudah semua itu Dia berfirman: "Wal- ladziina hum 'alash- shalawaatihim yuhaafizhuun – (dan orang-orang yang memelihara shalat-shalat mereka - Al-Mukminuun, 10). Yakni, orang-orang seperti itulah yang memelihara shalat-shalat mereka, dan tidak pernah meninggalkannya. Dan tujuan sebenarnya penciptaan manusia pun adalah supaya manusia mempelajari hakikat shalat.  Sebagaimana Allah Ta'ala telah berfirman: "Wa maa khalaqtul jinna wal- insaa illaa liya'buduun – (dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku - Adz-Dzaariyaat, 57). (Malfuzat,  jld. X. hlm. 63-66).
Pamasi~ mubarak

Leave a Reply

 
Ahmadiyahjabar © 2014 | Designed By Blogger Templates