Cara berdakwah dimanapun pada dasarnya memiliki prinsip yang sama. Baik di masjid-masjid, gedung-gedung pertemuan maupun rapat-rapat akbar, prinsip-prinsip dakwah tidak pernah berbeda. Demikian pula pada persoalan materi atau ideologi dakwah yang di emban tidak akan pernah berbeda. Semuanya senantiasa berpegang kepada Al-Quran dan Sunnah Rasulullah.
Tanpa mengecilkan peran sarana dakwah lainnya, berdakwah di koran atau media pers lainnya memang tidak semudah berdakwah di forum-forum pertemuan. Ada pendakwah atau muballigh yang didak mau tahu apakah dakwahnya didengar maupun diterima oleh pengunjung di dalam suatu forum atau tidak diperhatikan sama sekali. Pendakwah tersebut hanya cukup berpuas diri bahwa ia sudah bisa bicara panjang lebar.
Situasi semacam itu tentunya tidak boleh terjadi dalam berdakwah melalui pers. Lantas langkah seperti apa yang harus ditempuh? Langkah pilihannya tentu mewujudkan adanya jurnalistik dakwah yang efekrif, relevan serta mampu mengiringi perubahan dan kemajuan zaman.
Jurnalistik dakwah yang diinginkan itu tidak hanya bertumpu pada keberadaan ilmu komunikasi massa (publisistik) semata. tetapi juga harus ditopang dengan 'keampuhan' beberapa ilmu lainnya, seperti psikologi, bahasa, kebudayaan, dan ilmu agama.
Kondisi umat atau masyarakat yang akan dijadikan sasaran dar jurnalistik dakwah itupun haruslah terlebih dulu dipahami. Umat bila digolongkan dalam tingkat pemikirannya akan terbagi dalam tiga kelompok. Pertama, umat yang berpikir kritis. Kedua, umat yang mudah dipengaruhi. Dan ketiga, umat yang bertaqlid. (DR. H. Hamzah Ya'cub, 1973).
Dengan melihat pada kondisi umat yang ada, Jurnalistik dakwah haruslah mampu memilih tema dan sasaran dakwah yang tepat, sehingga apa yang disampaikan akan mengena pada maksud dan tujuannya. Penulis atau pendakwah harus mampu merangsang dan membawa pembacanya sedemikian rupa pada pokok sasaran yang diinginkan, hingga ia akan terbawa dan terlibat dalam persoalan yang disajikan.
Jurnalistik dakwah tentunya menuntut penyajian kata-kata yang selektif dan tidak bertele-tele. kalimat yang bertele-tele dan ada kesan melantur hanya akan membuat pembaca meninggalkan apa yang seharusnya dibaca. Teknik penulisan dakwah yang ilmiah populer tanpa melupakan hakekat dan cir-ciri dakwah, tentunya pula merupakan sesuatu yang paling tepat untuk digunakan.
Berbicara tentang tema dakwah, banyak hak yang bisa diambil atau dikemukakan kepada publik pembaca. Dakwah seharusnya tidak semata-mata hanya berbicara tentang persoalan-persoalan apa yang dilarang atau dibenarkan oleh agama saja. Akan tetapi, dakwah harus pula mampu melihat ke cakrawala persoalan dan wawasan lebih luas dan global lagi.
Banyak hal yang bisa dipilih. Misalnya, bagaimana keterlibatan umat dalam ikut menegakkan dan mengamalkan hukum. Tidak saja hukum yang sudah ditentukan dalam ajaran-ajaran agama, tetapi juga hukum yang ditetapkan oleh negara. Kemudian bagaimana merangsang partisipasi umat dalam mensukseskan pembangunan nasional di segala bidang, seperti pembangunan ekonomi, keluarga berencana, pembangunan pertanian, kesehatan, lingkungan hidup, dan pendidikan. Demikian pula partisipasi umat dalam pembangunan politik, bisa juga dijadikan tema sentral yang menarik.
Dewasa ini memilih atau menjadikan pers sebagai sarana dakwah yang efektif merupakan pilihan tepat dan positif. Meskipun masih ada yang meragukan seberapa jauh daya jangkau pers, namun setidak-tidaknya bagi masyarakat kota peranan dan kemampuan pers dalam menciptakan terjadinya perubahan atau perombakan tata kehidupan masyarakat tak perlu diragukan lagi.
Sebab perlu diingat, dakwah merupakan perjuangan untuk memenangkan yang makruf atas yang munkar, yaitu perjuangan menegakkan yang haq dan menghancurkan kebathilan serta kesewenang-wenangan.