Advertise

Diberdayakan oleh Blogger.
 
Jumat, 13 Maret 2015

Kemajemukan dalam Islam

0 komentar
Kemajemukan dalam Islam

Kemajemukan dalam al-Qur'an

Al-Qur’an mengingatkan  bahwa adanya perbedaan-perbedaan diantara umat manusia agar manusia saling mengenal dan saling menghormati. (QS 49 : 13)

Dalam menyikapi perbedaan agama al-Qur’an dengan jelas memberikan petunjuk agar manusia menganut prinsip bagimu agamamu dan bagiju agamaku. (QS 109: 6)  Dalam urusan agama manusia tidak bisa dipaksa.( QS2: 256) Nabi Muhammad sendiri tidak diperkenankan untuk memaksa orang lain menjadi mukmin.(QS10: 99)   Al-Qur’an juga menginformasikan kepada umat Islam tentang  kemungkinan adanya keselamatan yang bisa diperoleh lewat agama lain. Keselamatan mungkin bisa diperoleh umat manusia yang memenuhi tiga kriteria; iman kepada Tuhan , iman kepada hari kiamat atau hari pembalasan dan mengerjakan amalan-amalan yang baik atau amal saleh. (QS 2:62)   Oleh karena itu al-Qur’an juga memberikan bimbingan agar perbedaan keyakinan dalam agama sebaiknya diserahkan kepada Tuhan jangan dihakimi oleh manusia di dunia ini. (QS 6:1 59).Biarkan mereka masing-masing memiliki kebanggaan dengan golongannya sendiri. (QS30:32) Oleh karena itu al-Qur’an mengajarkan agar kaum beriman  hendaknya tidak memberikan penghinaan atau stigma negative terhadap kelompok lain.(QS49:1I).

Kemajemukan yang dipraktekkan Nabi Muhammad dalam Piagam Madinah

Kemajemukan dalam kehidupan social dicontohkan oleh Nabi Muhammad pada saat beliau dipercaya untuk memimpin masyarakat Madinah. Masyarakat Madinah adalah masyarakat yang plural. Mereka terdiri atas berbagai suku dan agama. Oleh karena itu kehidupan di Madinah dibangun atas dasar consensus yang kemudian dituangkan dalam ‘konstitusi’ yang kemudian dikenal dengan sebutan Piagam Madinah.    Dalam piagam Madinah ini disebutkan bahwa semua pemeluk Islam , meskipun berasal dari banyak suku , tetapi merupakan satu komunitas. Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dengan anggota komunitas-komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsip: (a) bertetangga baik (b) saling membantu dalm menghadapi musuh bersama (c) membela mereka yang teraniaya (d) saling menasehati dan (e)menghormati kebebasan beragama. Satu hal yang patut dicatat bahwa Piagam Madinah yang oleh banyak pakar politik didakwakan sebagai konstitusi Negara Islam yang pertama itu tidak menyebut agama Negara. Piagam Madinah juga memberikan hak yang setara terhadap warga Negara muslim dan non-Muslim, mereka sama-sama terikat untuk mempertahankan dan membela Negara.

Kemajemukan dalam  pemikiran Islam dan politik Islam

Kemajemukan  dalam pemikiran Islam diwarnai dengan banyaknya aliran teologi, aliran fiqih atau hukum Islam, aliran filsafat, aliran mistik atau mistisisme dan juga aliran politik.Banyaknya aliran pemikiran yang muncul dalam Islam , disamping karena Nabi mendorong umat Islam untuk terus berijtihad untuk menangkap apa yang terkandung dalam pesan kitab suci agar senantiasa relevan dengan perkembangan zaman , juga karena Nabi sendiri memandang positip terhadap perebedaan pendapat. Perbedaan pendapat di kalangan umatku akan membawa rahmat, kata Nabi.

Berkenaan dengan politik Islam, sungguhpun para ulama umumnya sepakat bahwa umat Islam mesti terikat dengan norma-norma yang terkandung dalam syari'at, tetapi  sejak awal para ulama tidak sepakat dalam mewajibkan pendirian negara atau pemerintahan Islam. Perbedaan itu bertolak dari pertanyaan apakah dalam melaksanakan norma-norma syari'at, umat Islam tergantung pada wujudnya Negara atau pemerintahan Islam? Mereka yang yakin bahwa syari'at Islam tidak bisa dijalankan tanpa adanya Negara akan berpendapat bahwa mendirikan Negara  wajib. Mereka yang merasa bahwa syari'at Islam bisa dilaksanakan tanpa adanya Negara, berpendapat bahwa mendirikan Negara tidak wajib. Umat Islam bisa menjalankan syari'at agamanya di Negara mana saja, selama Negara itu memberikan perlindungan bagi warganya untuk mengekspresikan keyakinan agamanya. Sebagai norma agama yang dijalankan atas dasar keyakinan dan kesadaran, syari'at Islam bisa jalan tanpa perlu adanya kekuatan luar atau paksaan dari Negara.

Perdebatan tentang hubungan antara syari'at Islam dengan Negara ini terus berlangsung sampai umat Islam memasuki periode modern. Itulah sebabmya, pada saat memasuki periode modern, dimana Negara-negara muslim mulai melepaskan diri dari kolonialisme dan berusaha membentuk Negara modern berdasarkan konstitusi  tertulis, muncul banyak ragam dalam menempatkan syari'at Islam dalam konstitusi mereka. Setidaknya keragaman itu muncul karena dua hal. Pertama adanya perbedaan pandangan umat Islam dalam melihat hubungan agama dan Negara, kedua karena adanya perbedaan pandangan mereka dalam merumuskan apa yang disebut sebagai Negara Islam (dar al-Islam).  


Leave a Reply

 
Ahmadiyahjabar © 2014 | Designed By Blogger Templates